Cari Blog Ini

Kamis, 30 Oktober 2014

Sejarah Fotografi di Indonesia

1865: Albert (links) en Henry James Woodbury, fotografen, te Batavia (Foto dari Albert -kiri- dan Henry James Woodbury

adik dari Walter Bentley Woodbury-, di Batavia)



Mengawali artikel perdana di blog ini kita akan mengulas tentang sejarah dunia fotografi mula-mula di Indonesia. Karena nampaknya kita harus berterima kasih atas jasa-jasa para fotografer di masa penjajahan sehingga mereka meninggalkan sebuah mahakarya yang menjadi kenangan baik itu buruk ataupun indah mengenai perjalanan sejarah suatu bangsa khususnya Indonesia.

Salah satu negara yang termasuk paling awal menerima kehadiran teknologi fotografi adalah Hindia Belanda, yakni pada tahun 1841. Di Batavia sendiri fotografi berkembang pada 1857, dipelopori dua fotografer muda kelahiran Inggris bernama Walter Bentley Woodbury dan James Page. Mereka membuka usaha di Weltevreden, di rumah milik Nyonya Bain, seorang wanita Skotlandia. Sebelum membuka studio foto, mereka telah menerima reaksi positif. Terlebih setelah foto mereka dimuat dalam koran berbahasa Belanda, Java Bode, edisi 23 Mei 1857.



Het woonhuis van de fotograaf Woodbury in Batavia (rumah yang ditempati Woodbury & Page di Gang Secretarie, sekarang Jl. Veteran) foto diambil pada tahun 1870


Di koran Java Bode pula, mereka sering beriklan. Para pelanggan “Woodbury & Page” adalah pejabat dan pembesar negara, boleh dibilang kelas menengah Eropa. Konsul Amerika juga sering dibuatkan foto di sini. Sebagai fotografer komersial pertama, nama “Woodbury & Page” cepat terkenal. Untuk meningkatkan usahanya, mereka membeli peralatan fotografi baru di Kalkutta dan Australia.

Ketika itu fotografi merupakan barang mahal. Akibatnya masyarakat awam jarang memakai jasa “Woodbury & Page”. Dalam iklannya di koran Java Bode edisi Juli 1857, satu kali potret dikenakan biaya minimal 20 guilder atau rupee (1,14 poundsterling), tergantung ukuran foto. Biaya paling mahal adalah 120 guilder atau rupee (10 poundsterling). Itu dianggap harga untuk menjalin hubungan sosial.

Beberapa foto dibuat dengan kamera binokuler khusus, untuk menghasilkan foto stereo. Karena usaha fotografi maju, Walter mendatangkan adiknya, Henry James Woodbury, dari Inggris. Bosan di Batavia, Walter Woodbury berkeliling Jawa. Dia banyak menghasilkan foto bertema kehidupan sosial dan bangunan, antara lain keluarga Pangeran Buleleng, reruntuhan Candi Borobudur, dan beberapa keraton.

Pada 1860 James Page pulang ke Inggris untuk mendalami seni proses fotografi. Sepeninggal Page, pada 18 Maret 1861, Walter Woodbury membuka studio foto di Batavia dengan nama “Photographisch Atelier van Walter Woodbury” atau populer disebut “Atelier Woodbury”. Lokasinya di Gang Secretarie, di sebelah Hotel der Nederlanden, yang sekarang telah dirobohkan dan menjadi Gedung Bina Graha.

Usaha fotografi semakin mendatangkan kemakmuran bagi Woodbury bersaudara. Penghasilan mereka dari usaha itu diperkirakan ratusan guilder sebulan. Sebagai gambaran, harga beras saat itu adalah 5 guilder per picol (1 picol = 62 kilogram). 

Selain jasa potret, Walter menjual album fotografi yang berjudul Gezigten van Batavia atau View of Batavia yang merupakan foto topografis pertama. Juga menjual perlengkapan fotografi dan semacam kartu pos (brief kaart) bergambar.

Walter Woodbury kembali ke Inggris pada Januari 1863. Usahanya diteruskan oleh adiknya, Henry James Woodbury bersama James Page yang telah kembali dari Inggris. Pada 1 Januari 1863 nama studionya berubah menjadi “Woodbury & Page Atelier”. Mereka bekerja sama hingga 1864. Pada Agustus 1864, studio ini berpindah tangan kepada seorang Jerman, Carl Krüger. James Page sendiri kembali ke Inggris pada 1864, sementara Henry James Woodbury menyusulnya pada 1866.



Pemandangan Kali Besar pada tahun 1872 yang berhasil diabadikan oleh Woodbury & Page masih bisa kita nikmati sampai saat ini


Pada 1 Maret 1870, studio “Woodbury & Page” dibeli lagi oleh saudara lelaki Woodbury, yaitu Albert Woodbury (1840-1900). Di tangan Albert, studio ini berkembang pesat dan mencapai puncak keemasannya. Firma ini bukan saja melayani jasa fotografi di Batavia, tetapi juga seluruh pelosok Hindia Belanda. Di Jawa, cabang firma fotografi didirikan di Semarang dan Surabaya. Di luar Jawa, aktivitas mereka sampai Aceh dan Ambon. Saat itu Hindia Belanda memang sedang dibanjiri para pengunjung dari Eropa. Hal ini dampak dari dibukanya terusan Suez pada 1869. Tidak heran Studio “Woodbury & Page” kebanjiran order. Puncak pencapaian “Woodbury & Page” adalah pada 1879 ketika mendapatkan penghargaan berupa gelar kebangsawanan dari Raja Belanda Willem III.

Sejak 1890 Studio “Woodbury & Page” mengalami kelesuan bisnis. Ketika itu banyak pesaing baru bermunculan, bahkan mereka memiliki teknologi kamera terbaru. Selain itu sejumlah toko mulai menjual kamera secara masal, sehingga jasa pemotretan berkurang drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya firma ini bangkrut dan bubar pada 1908. Terakhir Woodbury menjual firma itu kepada Adolf Constantine Franz Groth sebesar 80.000 guilder.

Suasana Toko Tiga di sekitar Glodok pada tahun 1880

Untuk pencinta sejarah dan masa lalu, kehadiran “Woodbury & Page” dianggap telah berjasa karena mengabadikan bangunan-bangunan lama yang kini sudah tidak bisa dilihat generasi muda, misalnya saja Boekhandel G. Kolff & Co, Gedung Harmonie, dan Pecinan di Glodok. Saat ini foto-foto hasil jepretan mereka banyak tersimpan rapi di Belanda. Sebagian dari foto-foto itu bisa dilihat dalam buku Woodbury & Page, Photographers Java karya Steven Wachlin terbitan KITLV Press, Leiden, 1994. 


(IFFH dengan sumber: Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)