![]() |
1865: Albert (links) en Henry James Woodbury, fotografen, te Batavia (Foto dari Albert -kiri- dan Henry James Woodbury |
Mengawali artikel perdana di blog ini kita akan mengulas tentang sejarah dunia fotografi mula-mula di
Indonesia. Karena nampaknya kita harus berterima kasih atas jasa-jasa para
fotografer di masa penjajahan sehingga mereka meninggalkan sebuah mahakarya
yang menjadi kenangan baik itu buruk ataupun indah mengenai perjalanan sejarah
suatu bangsa khususnya Indonesia.
Salah satu negara yang termasuk paling awal
menerima kehadiran teknologi fotografi adalah Hindia Belanda, yakni pada tahun
1841. Di Batavia sendiri fotografi berkembang pada 1857, dipelopori dua
fotografer muda kelahiran Inggris bernama Walter Bentley Woodbury dan James
Page. Mereka membuka usaha di Weltevreden, di rumah milik Nyonya Bain, seorang
wanita Skotlandia. Sebelum membuka studio foto, mereka telah menerima reaksi
positif. Terlebih setelah foto mereka dimuat dalam koran berbahasa Belanda,
Java Bode, edisi 23 Mei 1857.
![]() |
Het woonhuis van de fotograaf Woodbury in Batavia (rumah yang ditempati Woodbury & Page di Gang Secretarie, sekarang Jl. Veteran) foto diambil pada tahun 1870 |
Di koran Java Bode pula, mereka sering beriklan.
Para pelanggan “Woodbury & Page” adalah pejabat dan pembesar negara, boleh
dibilang kelas menengah Eropa. Konsul Amerika juga sering dibuatkan foto di
sini. Sebagai fotografer komersial pertama, nama “Woodbury & Page” cepat
terkenal. Untuk meningkatkan usahanya, mereka membeli peralatan fotografi baru
di Kalkutta dan Australia.
Ketika itu fotografi merupakan barang mahal.
Akibatnya masyarakat awam jarang memakai jasa “Woodbury & Page”. Dalam
iklannya di koran Java Bode edisi Juli 1857, satu kali potret dikenakan biaya
minimal 20 guilder atau rupee (1,14 poundsterling), tergantung ukuran foto.
Biaya paling mahal adalah 120 guilder atau rupee (10 poundsterling). Itu
dianggap harga untuk menjalin hubungan sosial.
Beberapa foto dibuat dengan kamera binokuler
khusus, untuk menghasilkan foto stereo. Karena usaha fotografi maju, Walter
mendatangkan adiknya, Henry James Woodbury, dari Inggris. Bosan di Batavia,
Walter Woodbury berkeliling Jawa. Dia banyak menghasilkan foto bertema
kehidupan sosial dan bangunan, antara lain keluarga Pangeran Buleleng,
reruntuhan Candi Borobudur, dan beberapa keraton.
Pada 1860 James Page pulang ke Inggris untuk
mendalami seni proses fotografi. Sepeninggal Page, pada 18 Maret 1861, Walter
Woodbury membuka studio foto di Batavia dengan nama “Photographisch Atelier van
Walter Woodbury” atau populer disebut “Atelier Woodbury”. Lokasinya di Gang
Secretarie, di sebelah Hotel der Nederlanden, yang sekarang telah dirobohkan
dan menjadi Gedung Bina Graha.
Usaha fotografi semakin mendatangkan kemakmuran
bagi Woodbury bersaudara. Penghasilan mereka dari usaha itu diperkirakan
ratusan guilder sebulan. Sebagai gambaran, harga beras saat itu adalah 5
guilder per picol (1 picol = 62 kilogram).
Selain jasa potret, Walter menjual album fotografi
yang berjudul Gezigten van Batavia atau View of Batavia yang merupakan foto
topografis pertama. Juga menjual perlengkapan fotografi dan semacam kartu pos
(brief kaart) bergambar.
Walter Woodbury kembali ke Inggris pada Januari
1863. Usahanya diteruskan oleh adiknya, Henry James Woodbury bersama James Page
yang telah kembali dari Inggris. Pada 1 Januari 1863 nama studionya berubah
menjadi “Woodbury & Page Atelier”. Mereka bekerja sama hingga 1864. Pada
Agustus 1864, studio ini berpindah tangan kepada seorang Jerman, Carl Krüger.
James Page sendiri kembali ke Inggris pada 1864, sementara Henry James Woodbury
menyusulnya pada 1866.
![]() |
Pemandangan Kali Besar pada tahun 1872 yang berhasil diabadikan oleh Woodbury & Page masih bisa kita nikmati sampai saat ini |
Pada 1 Maret 1870, studio “Woodbury & Page”
dibeli lagi oleh saudara lelaki Woodbury, yaitu Albert Woodbury (1840-1900). Di
tangan Albert, studio ini berkembang pesat dan mencapai puncak keemasannya.
Firma ini bukan saja melayani jasa fotografi di Batavia, tetapi juga seluruh
pelosok Hindia Belanda. Di Jawa, cabang firma fotografi didirikan di Semarang
dan Surabaya. Di luar Jawa, aktivitas mereka sampai Aceh dan Ambon. Saat itu Hindia Belanda memang sedang dibanjiri
para pengunjung dari Eropa. Hal ini dampak dari dibukanya terusan Suez pada
1869. Tidak heran Studio “Woodbury & Page” kebanjiran order. Puncak
pencapaian “Woodbury & Page” adalah pada 1879 ketika mendapatkan
penghargaan berupa gelar kebangsawanan dari Raja Belanda Willem III.
Sejak 1890 Studio “Woodbury & Page” mengalami
kelesuan bisnis. Ketika itu banyak pesaing baru bermunculan, bahkan mereka
memiliki teknologi kamera terbaru. Selain itu sejumlah toko mulai menjual
kamera secara masal, sehingga jasa pemotretan berkurang drastis dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya firma ini bangkrut dan bubar pada 1908.
Terakhir Woodbury menjual firma itu kepada Adolf Constantine Franz Groth
sebesar 80.000 guilder.
![]() |
| Suasana Toko Tiga di sekitar Glodok pada tahun 1880 |
Untuk pencinta sejarah dan masa lalu, kehadiran
“Woodbury & Page” dianggap telah berjasa karena mengabadikan
bangunan-bangunan lama yang kini sudah tidak bisa dilihat generasi muda,
misalnya saja Boekhandel G. Kolff & Co, Gedung Harmonie, dan Pecinan di
Glodok. Saat ini foto-foto hasil jepretan mereka banyak tersimpan rapi di Belanda.
Sebagian dari foto-foto itu bisa dilihat dalam buku Woodbury & Page,
Photographers Java karya Steven Wachlin terbitan KITLV Press, Leiden, 1994.
(IFFH dengan sumber: Djulianto Susantio, pemerhati
sejarah dan budaya)
%2Ben%2BHenry%2BJames%2BWoodbury%2C%2Bfotografen%2C%2Bte%2BBatavia%2B1865.jpg)

%2BKali%2BBesar%2Bte%2BBatavia%2Bmet%2Blinks%2Bhet%2Bkoepeltje%2Bvan%2Bhet%2BStadhuis.jpg)
.jpg)